Empat Tahun || Cerpen Papua

 

EMPAT TAHUN

CERITA PENDEK

KARYA : HAECKEL PUHILI



Hariku penuh dengan lamunan,berkawan bersama sepi. Seperti kain using yang di gantung di tali jemuran tua. Aku selalu menghindari keramaian, berusaha untuk menyatu dengan oksigen tapi tak bisa. Dan sampai kapanpun tidak akan pernah bisa. Dan aku akan keluar setiap malam seperti kelelawar untuk mencari makan.

Iya benar, di pak de nasi goreng yang ada di kompleks sebelah sebelum gapura. Empat tahun sudah kau pergi dan tak pernah memberi kabar. Cintaku masih sama, empat tahun waktu yang lama, jika cintaku kuliah, mungkin cintaku telah sarjana.

Di dalam kamar aku menunggu sambil membaca history chat kita. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, dan bahkan setiap hari. Aku melempar iphone ku kelantai kemudian bunyi notifikasi masuk. Aku dengan cepat mengambil iphoneku. Aku berpikir itu darimu. Ternyata itu dari telkomsel yang selalu setia kepada pelanggannya. Ayahku memanggilku untuk keluar dari kamar

“Kiki….kiki keluar sini.”

Lalu aku menjawab dengan sedikit kaget

“iih, iya pa”

Ayahku bertanya

“ko kenapa….tinggal – tinggal di kamar saja…?”

Akupun menjawab

“ahh,sa lagi malas keluar saja”

Lalu ayahku bertanya kembali

“ko su makan…?”

Lalu aku menjawab

“belum…!”

Ayahku berkata

“ganti baju sudah baru ko ikut bapa makan di luar”

Akupun bergegas untuk mengganti baju meskipun aku sama sekali tidak ingin pergi bersama ayahku. Di perjalanan menuju ke tempat makan ayahku berkata

“baru,,ko su ada pacar kah belum nii…”

Lalu aku menjawab

“ahh, malas yah pacar – pacar”

Ya benar. Aku berpura – pura bego. Mulut menolak untuk dapat berbicara dengan jujur, hati menyembunyikan luka dan pilu jauh dari lubuknya. Ayahku kembali berkata

“trada pacar baru, nonton – nonton drama romantic korea, ko terlalu apa skali..”

Aku kaget, ya positif thinkinglah orang tua yang baik akan selalu mengawasi anak – anaknya tanpa sepengetahuan anaknya. Setulus itukah cinta orang tua terhadapa anak – anaknya…?

Seusai makan malam, ayahku mengajakku untuk nongkrong di taman mini. Suasana yang begitu asing bagiku atau mungkin bagi anak lelaki lainnya untuk duduk berdua bersama ayahnya. Karena sudah lama sekali aku tidak berkomunikasi dengan ayahku semenjak ibuku meninggal. Mungkin ini keberuntunganku dapat berkumpul kembali bersama keluarga meskipun tanpa sosok pemberi cinta dan kasih yaitu ibu.

Di tengah asik menikmati percakapan aku melihatmu dan aku ingin sekali menemuimu akan tetapi. Aku harus membuat alasan terlebih dahulu kepada ayahku. Aku berkata

“pa…sa pergi beli minum disitu dulu”

Ayahku mengizinkannya. Lalu aku berlari keluar dari taman, menuju ke arahmu, hingga posisiku tepat di sampingmu akupun membisikan namamu

“nadia”

Kamu berbalik memandangku dengan sangat histeris seperti melihat hantu. Kamu membatalkan boba pesananmu dan berlari meninggalkanku tanpa sepatah katapun. Aku mengejarmu dan mencoba menggenggam tanganmu. Kamu menghentikan langkahmu, berbalik kembali memandangku dengan wajah penuh tangis memeluku dan berkata

“sa minta maaf ki,”

Aku bingung, aku terdiam dan memikirkan dimana kesalahanmu sehingga kamu mengucapkan maaf kepadaku. Lalu aku berkata

“kenapa ko lari…?”

Lalu kamu berkata

“sa minta maaf tra pernah chat ko, trapernah, telfon ko,tra pernah Tanya ko pu kabar”

Lalu aku berkata

“trapapa yah, sa mengerti”

 Kemudian kamu menghapus air matamu, kembali menatapku dan bertanya

“apa kabar….?”

Aku terdiam memandangmu dan kembali sadar dengan apa yang kamu tanyakan, kemudian aku berkata

“ya puji Tuhan baik, tinggal – tinggal di rumah saja, pantau – pantau hp siapa tau ko ada chat, sa coba telfon – telfon ko tapi, ko tra pernah angkat”

Lalu kamu berkata

“seriiiusssss,,,,? Selama empat tahun ini…”

Aku terdiam membuka mataku dan menganggukan kepala pertanda jawabanku adalah iya. kamu terdiam seakan berpikir itu tidak mungkin bagi seorang pria seperti diriku. Ya benar aku berubah menjadi sosok yang malang setelah dirimu pergi. Lalu kamu berkata.

“tapi,sa”

Kamu kembali diam dan mengehela nafas, lalu aku berkata

“tapi kenapa,?”

Dan kamu kembali untuk berkata

“sa minta maaf kiki, sa su deng orang lain”

Aku kaget dan berusaha untuk menenangkan diriku sendiri dan kembali mendengarmu berbicara, kamu berkata

“waktu itu sa pergi dari ko, karna sa ketemu deng orang lain.”

Lalu aku berkata

“berarti sia – sia saja eh, slama ini sa tunggu ko”

Sambil membuang pandanganku dan melihat ke arah yang lain Lalu kamu berkata dengan nada dan suara yang sangat pelan

“sabar sa belum selesai bicara”

Kemudian aku kembali berkata

“Nadia….kalo ko mo kaya begitu coba ko bilang dulu kah.”

Dan kamu kembali meminta maaf

“ sa minta maaf ki,”

Aku pun berkata

“sa trapapa yah, setidaknya trima kasih banyak su bikin sa pu keadaan seperti begini”

Kamu berkata

“sa yang salah, sa minta maaf”

Kamu kembali menangis, semua terlihat seperti di dalam kompetisi dan kamu adalah peserta yang curang. Aku kembali untuk menenangkanmu dan aku pun berkata

“Nadia… Trapapa yah, trada yang salah trada yang benar, yah kalo memang bukan jodoh trus mo bikin apa…? Setidaknya ko su jujur itu tra jadi masalah untuk sa mungkin betul sa memang sedih tapi lama kelamaan juga pasti akan hilang mo,”

Kamu kembali memelukku dan berkata

“ko tra marah sa…?”

Lalu aku berkata

“sa su terlalu sayang ko sampe mo marah atau mo benci ko saja sa su tra mampu”

Kamu kembali tertawa, tawa yang pernah hilang dari pandanganku kembali hadir di depanku dengan suasana yang berbeda, di dalam hati aku berkata

“aduhhh jang tertawa kah, jang tertawa kah.”

Kemudian aku kembali berkata

“oke sudah Nadia. Jaga diri, jaga kesehatan, dan tetap semangat, sa pulang dulu”

Lalu kamu berkata

“oh iyo sudah Kiki, trima kasih su mo terima sa, su mau dengar sa pu penjelasan, ko baik skali”

Aku berkata

“iyo sudah sa jalan dulu”

Nadia membiarkanku jalan kembali ke arah taman, tak lama Nadia kembali mengejarku hingga ia sampai di taman mendapati ayahku sedang duduk sendiri, Nadia berkata

“ihh Om, apa kabar…”

Ayahku menjawab

“ihh Nadia sudah lama sekali tidak ketemu, om punya kabar baik – baik saja”

Nadia bertanya

“om sendiri….? Kikinya mana om”

Ayahku terdiam sejenak, dan berkata

“kiki sudah tidak ada Nad, kiki meninggal empat tahun yang lalu kecelakaan di depan taman ini,”

Nadia terdiam entah dengan siapa ia berbicara beberapa saat yang lalu. Nadia kembali berkata

“tidak om, sa baru ketemu de di depan sana tadi, baru saja nii”

Ayahku menjawab

“iyo Nad, beberapa orang yang kenal de juga sering bilang begitu sama om, itu tanda bahwa kiki hanya ingin pamit, biar kiki merasa lebih tenang disana”

 

 

 

 

 

 

Comments